Misalnya, jika kita berada di tempat gelap, iris melebar
untuk mendapatkan/menyerap cahaya
sebanyak
mungkin. Saat cahaya semakin
terang, ia menguncup
untuk mengurangi jumlah cahaya
yang datang
mengenai mata.
Sistem penyesuaian otomatis pada
iris bekerja
sebagai berikut: sejumlah cahaya
mengenai mata,
sebuah impuls syaraf mengirimkan
ke otak dan
memberi pesan tentang keberadaan
dan ketajaman
cahaya tersebut. Otak segera
mengirim kembali suatu
sinyal dan perintah tentang
seberapa banyak otot di
sekitar iris akan berkontraksi.
Mekanisme mata lainnya yang
bekerja bersamaan
dengan struktur ini adalah lensa.
Tugas lensa yaitu
untuk memfokuskan cahaya yang
mengenai mata ke
lapisan retina di belakang mata.
Karena gerakan otot
di sekitar lensa, sinar yang
datang ke mata dari
berbagai sudut yang berbeda dapat
selalu difokuskan
ke retina.
Semua sistem yang telah kita
bahas di atas jauh
lebih unggul dibandingkan
peralatan mekanis yang
dirancang dengan teknologi
terkini yang meniru mata.
Bahkan sistem tiruan tercanggih
pun di dunia ini tetap
merupakan sistem sederhana dan
kuno dibandingkan
dengan mata.
Bila kita renungkan upaya dan
ilmu pengetahuan
yang telah diberikan dalam
pembuatan sistem buatan
ini, kita dapat memahami dengan penciptaan
unggul
macam apa mata itu dibuat.
Bila kita amati sebuah sel
tunggal dalam mata pada
tingkat mikroskopis, keunggulan
penciptaan ini lebih
jauh diungkapkan.
Bayangkan kita melihat sebuah
mangok kristal
penuh buah-buahan. Cahaya datang
dari mangkok
ke mata kita melalui kornea dan
iris dan difokuskan
pada retina oleh lensa.
Lalu, apa yang terjadi dalam
retina sehingga selsel
retina dapat menangkap cahaya?
Ketika partikel cahaya, juga
disebut photon,
melewati sel-sel pada retina,
partikel-partikel ini
menghasilkan efek merambat
seperti deretan domino
yang disusun dengan sangat
hati-hati satu per satu.
Bagian pertama domino dalam sel
retina ini adalah
molekul yang disebut
11-cis-retina. Ketika sebuah
photon cahaya berinteraksi
dengannya, molekul ini
berubah bentuk. Hal ini mendorong
perubahan bentuk
dari protein lainnya, yakni
rhodopsin, menjadi ikatan
kuat. Sekarang, rhodopsin berubah
bentuk sehingga
ia dapat bergabung dengan protein
lainnya, disebut
transducin, yang telah ada dalam
sel tersebut, tetapi
tidak dapat berinteraksi
sebelumnya karena bentuknya
tidak sesuai. Setelah
penggabungan ini, molekul
lainnya disebut GDP juga ikut
bergabung dalam
kelompok ini.
Sekarang, dua protein – rhodopsin
dan transducindan
molekul kimia bernama GDP telah berikatan.
Akan tetapi proses ini baru saja
dimulai. Gugusan
yang disebut GDP kini memiliki
bentuk yang sesuai
untuk berikatan dengan protein
lain yang disebut phosphodiesterase,
yang selalu berada di dalam sel.
Setelah
pengikatan ini, bentuk molekul
yang dihasilkan akan
menyebabkan sebuah mekanisme yang
mengawali
serangkaian reaksi kimia dalam
sel.
Mekanisme ini mengubah
konsentrasi ion dalam
sel dan menghasilkan energi
listrik. Energi ini memicu
syaraf-syaraf yang terletak pada
bagian belakang sel
retina. Akibatnya, bayangan yang
datang pada mata
sebagai photon cahaya
mempersiapkan perjalanannya
dalam bentuk sinyal listrik.
Sinyal ini mengandung
informasi visual mengenai benda
di luar.
Agar penglihatan bisa terjadi,
sinyal listrik yang
dihasilkan dalam sel retina harus
dirambatkan ke pusat
penglihatan di otak. Akan tetapi,
sel syaraf tidak secara
langsung berhubungan satu sama
lain. Terdapat celah
kecil di antara titik-titik
ikatannya. Lalu bagaimana
pemicu listrik ini melanjutkan
perjalanannya?
Pada titik ini, susunan kerja
yang kompleks
terbentuk. Energi listrik diubah
menjadi energi kimia
tanpa kehilangan sedikitpun
informasi yang sedang
dibawa dan di sini informasi
tersebut dipindahkan
dari satu syaraf ke syaraf
berikutnya. Pengangkut
kimiawi yang terletak di
titik-titik hubung sel syaraf
mengantarkan informasi yang
terkandung dalam
stimulus yang berasal dari mata
dari satu syaraf ke
syaraf lainnya dengan sukses.
Ketika dipindahkan ke
syaraf berikutnya, stimulus
kembali diubah menjadi
sinyal listrik dan melanjutkan
perjalanannya hingga
mencapai titik hubung lainnya.
Dengan membuat jalan ke pusat
penglihatan di
otak dengan cara ini, sinyal
diperbandingkan dengan
informasi di pusat memori dan
bayangan diartikan.
Akhirnya kita melihat sebuah
mangkok penuh
buah-buahan, yang kita bicarakan
sebelumnya,
dengan bantuan sistem sempurna
yang terbuat dari
ratusan pernik-pernik kecil.
Dan semua kerja mengagumkan ini
terjadi dalam
sepersekian detik.
Selanjutnya, dikarenakan tindakan
melihat terjadi
terus-menerus, sistem tersebut
mengulang dan
mengulang lagi tahap-tahap ini.
Dengan kata lain,
molekul-molekul yang memainkan
satu bagian dalam
rantai reaksi dalam mata
dikembalikan lagi ke tempat
asalnya setiap saat dan reaksi
mulai dari awal lagi.
Tentu saja pada saat yang sama
sejumlah kerja
rumit lainnya terjadi di bagian
lain tubuh kita.
Barangkali kita secara serentak
mendengar suara dari
bayangan yang kita lihat, dan
sambil lalu kita
mencium aromanya dan marasakan
sentuhannya.
Sementara itu, jutaan kerja dan
reaksi lainnya harus
terus berlanjut tanpa gangguan
dalam tubuh kita agar
kita terus hidup.
Ilmu pengetahuan primitif pada
masa Darwin
tidak mengetahui hal ini sedikit
pun. Meski demikian,
bahkan Darwin menyadari rancangan
luar biasa pada
mata dan mengakui keputusasaannya
itu dalam
sebuah surat yang ditulisnya
kepada Asa Grey pada 3
April 1860, di dalamnya ia
mengatakan: Memikirkan
tentang mata
membuat saya demam.
Sifat-sifat biokimia pada mata
yang telah
ditemukan oleh ilmu pengetahuan
modern memberi
pukulan lebih besar bagi paham
Darwinisme dari yang
pernah dibayangkan oleh Darwin.
Keseluruhan proses penglihatan
yang telah kita
ringkas pada penjelasan ini
sesungguhnya jauh lebih
rumit bila dirinci. Namun,
mudah-mudahan ringkasan
ini cukup untuk menggambarkan
bagaimana hebatnya
sistem yang telah diciptakan
dalam tubuh kita.
Reaksi yang terjadi di dalam mata
begitu rumitnya
dan jelas menerangkan bahwa
sungguh tidak masuk
akal untuk berpikir bahwa ini
merupakan hasil
peristiwa
Michael Behe, seorang profesor
biokimia
terkemuka, membuat komentar
berikut mengenai
aspek kimia pada mata dn teori
evolusi, dalam
bukunya Darwin’s Black Box:
Kini kotak hitam
“penglihatan” telah terbuka, cukup
banyak ruanmg
tersisa bagi penjelasan evolusi dan
kekuatannya,
ketimabng sekedar menjelaskan anatomi
pada mata,
sebagaimana dilakukan Darwin pada abad
ke-19. Setiap
tahap dan struktur anatomi yang dianggap
begitu sederhana
sesungguhnya memiliki proses biokimia
yang sangat
rumit, tidak bisa dijelasksan dengan retorika.
(Michael J. Behe,
Darwin’s Black Box, p. 22)
Akan tetapi, sebagaimana telah
kita saksikan, teori
evolusi tak mampu menjelaskan
sistem tunggal dalam
satu sel hidup, apalagi
menjelaskan hidup keseluruhan.
Dengan menggugurkan anggapan
bahwa hidup itu
“sederhana”, ilmu pengetahuan
menunjukkan bahwa
“manusia” adalah fakta yang
sangat penting.
Hidup bukanlah hasil kejadian tak
terencana.
Hidup adalah hasil penciptan yang
sempurna.
Hasil penciptaan sempurna oleh
Pencipta Maha
Tinggi yang menjadikan hidup, Tuhan Semesta Alam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar